Kerusakan Lingkungan Pedesaan

Usaha untuk menaikkan dayadukung lingkungan dengan menaikkan luas lahan yang digunakan untuk pertanian adalah salah satu reaksi terhadap kenaikan kepadatan penduduk yang sangat umum terjadi. Reaksi itu merupakan kekuatan yang disebut tekanan penduduk. Usaha itu dapat dilakukan secara orang-seorang dan dapat juga dilakukan oleh Pemerintah, seperti misalnya transmigrasi. Perluasan yang dilakukan secara orang-seorang umumnya terjadi di daerah yang dekat dengan desa pemukimannya. Perluasan itu pada mulanya dilakukan pada lahan yang sesuai untuk pertanian, yaitu lahan yang datar atau berlereng landai dan yang subur. Hutan di dataran rendah di Jawa dan Bali, misalnya, telah lama hilang dan telah berubah menjadi daerah pertanian. Lama kelamaan terambil juga lahan yang kurang sesuai, tidak subur dan daerah yang lerengnya curam.

Tekanan penduduk terhadap lahan diperbesar oleh  bertambahnya luas lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya pemukiman, jalan, dan pabrik. Lahan yang dipakai untuk keperluan ini biasanya justru yang subur. Sebab di negara agraris pemukiman tumbuh di daerah yang subur. Pemukiman itu menjadi pusat pertumbuhan, dengan prasarana yang relatif baik dan dekat dengan pasar. Beberapa contoh ialah tumbuhnya pemukiman dan perindustrian di sekitar kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Pesawahan yang subur makin tertelan habis. Yang serupa kita lihat di Lombok. Lombok Barat yang subur mengalami pertumbuhan yang cepat. Di daerah ini terdapat banyak sawah. Sebaliknya Lombok Timur yang kurang subur, pertumbuhannya lamban. Akibatnya di Lomboh sawah makin berkurang.

Ironinya, orang desa pemilik sawah dan para buruh tani yang kehilangan sawahnya dan lapangan pekerjaannya, tidak banyak yang dapat menikmati pembangunan itu, oleh karena pendidikannya yang rendah dan tidak adanya ketrampilan. Para pemilik sawah masih agak lumayan, karena mereka menerima ganti rugi untuk lahannya. Mereka dapat membeli lahan lagi, namun pada gilirannya pembelian ini menggusur petani yang lain. Para buruh tani tidak mendapat ganti rugi apa-apa. Ketidakmampuan petani dan buruh tani untuk memanfaatkan pembangunan itu meruapkan juga faktor penting yang menyebabkan kenaikan tekenan penduduk terhadap lahan dengan menyempitkan lahan pertanian.

Proses perubahan tataguna lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tatauna lahan dari berbagai tahun. Dapat juga dengan membandingkan potret udara dan citra satelit dari bebagai tahun. Dari perbandingan itu dapat dilihat bertambahnya jumlah desa, bertambahnya luas daerah pemukiman dan berkurangnya luas daerah pertanian dan hutan. Dengan cara ini dapat diketahui, bahwa, misalnya, hutan di DAS Citarum hulu di Jawa Barat telah menyusut dengan kira-kira 30% dalam tahun 1960-an. Di Jawa Barat, hutan dataran rendah praktis telah habis. Hutan bakau juga sudah banyak berkurang. Yang relatif masih banyak hutan ialah di pegunungan di atas 1.500 m.

Di daerah perladangan berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga meningkatkan tekanan penduduk terhadap lahan karena naiknya kebutuhan akan pangan. Akibatnya ialah diperpendeknya masa istirahat lahan. Misalnya, masa istirahat semula 25 tahun. Dalam masa istirahat yang panjang ini hutan mempunyai cukup waktu untuk pulih lagi. Di lantai hutan terbentuk lapisan seresah cukup tebal. Hutan sekunder ini, apabila dibuka untuk perladangan, dapat memberikan hasil yang baik. Dengan makin naiknya kepadatan penduduk, masa istirahat akan makin pendek yang berarti periosde untuk tumbuhnya kembali hutan juga makin pendek. Dengan demikian hutan yang terbentuk makin buruk, sampai akhirnya hutan tidak dapat lagi terbentuk kembali. Paling-paling hanya semak belukar saja, atau bahkan sama sekali tidak ada hutan lagi.

Kerusakan hutan membawa banyak akibat

Hutan mempunyai fungsi perlindungan terhadap tanah. Tetesan hujan yang jatuh dari awan mempunyai energi tertentu, karena gerak jatuhnya. Energi gerak itu disebut energi kinetis, dengan energinya itu tetesan hujan memukul permukaan tanah dan melepaskan butir tanah. Hal ini dapat kita lihat, misalnya, pada tembok halaman yang bagian bawahnya setinggi 25-50 cm berwarna coklat karena tertutup oleh butiran tanah yang terlempar oleh kekuatan tetesan hujan. Ini disebut erosi percikan.

Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah akan mengalir di atas permukaan tanah. Aliran air ini mempunyai juga energi tertentu. Makin curam dan panjang lereng tempat air mengalir, makin besar energinya. Energi kinetik aliran ini akan mengelupas permukaan tanah, yaitu yang disebut erosi permukaan. Aliran air permukaandapat pula menyebabkan terbetnuknya alur pada permukaan tanah, dan disebut erosi alur. Alur yang terbentukd apat kecil atau besar.

Jika ada hutan, tetesan air hujan akan jatuh di tajuk hutan yang umumnya berlapis-lapis. Sebagian air hujan itu akan menguap kembali ke udara. Sebagian lagi lolos jatuh ke bawah melalui tajuk teratas dan berturut-turut jatuh ke lapisan tajuk yang makin rendah. Akibatnya kekuatan energi kinetik air hujan dipatahkan oleh tajuk pohon yang berlapis-lapis itu. Akibatnya waktu air hujan jatuh dari tajuk yang rendah, energi kinetiknya tinggal kecil saja, sehingga kekuatan pukulan pada permukaan tanah tidak lagi besar. Dengan demikian erosi percikan hanyalah kecil saja.

Sebagian air yang jatuh di tajuk akan mengalir melalui dahan ke batang pohon dan selanjutnya mengalir ke bawah melalui batang pokok sampai ke tanah. Di hutan di atas permuikaan tanah terdapat seresah, yaitu daunk, dahan dan kayu yang membusuki. Seresah ini bekerja sebagai spons dan menyerap air. Seresah juga membuat tanah menjadi gembur dan membuat air mudah meresap ke dalam tanah. Karena penyerapan air oleh seresah dan peresapan air ke dalam tanah, aliran air permukaan menjadi kecil, sehingga erosi lapisan dan erosi alur juga kecil.

Dengan hilangnya hutan, fungsi perlindungan hutan terhadap tanah juga hilang. Terjadilah erosi. Erosi makin besar dengan makin curamnnya dan panjangnya lereng. Erosi juga makin besar dengan makin tinggi intensitas hujan. Yang dimaksud dengan intensitas hujan aialah curahan hujan persatuan waktu. Di Indonesia intesitas hujan pada umumnya tinggi. Oleh karena itu, walaupun Nusa Tenggara Timur, misalnya, musim hujannya pendek, tetapi karena intensitas hujannya tinggi, bahaya erosi toh besar juga.

Erosi mempunyai beberapa akibat buruk. Pertama, penurunan kesuburan tanah. Tanah yang subur ialah yang tersapat di lapisan atas. Tanah lapisan bawah tidaklah subur. Dengan hilangnya lapisan atas oleh erosi, hilanglah kesuburan tanah. Akibat berikutnya ialah menurunnya produksi, yang selanjutnya akan mengurangi pendapatan petani. Oleh karena itu erosi mempunyai efek mengurangi persediaan makanan dan memelaratkan penduduk. Hal ini terlihat dengan jelas di daerah yang mengalami erosi berat, seperti di daerah Solo Selatan. Karena penduduk melarat dan kekurangan makanan secara kronis, mereka tidak dapat mengambil tindakan pencegahan erosi tanpa bantuan. Dengan demikian erosi berjalan terus, tingkat kehidupan dan kesehatan makin merosot dan tingkat kemampuan untuk melindungi tanah makin berkurang. Terjadilah proses spiral yang meluncur ke bawah, makin lama makin buruk.

Efek ersoi tidak hanya lokal, melainkan menyebar jauh ke hilir. Tanah yang tererosi terbawa oleh air dan menjadikan air itu berwarna coklat. Air yang mengandung lumpur ini subur, karena lumpur itu berasal dari tanah permukaan yang subur. Karena itu air itu baik untuk pengairan. Tetapi lumpur itu akan mengendap, manakala arus air berkurang kecepatannya. Akibatnya ialah sungai, waduk, saluran pengairan dan pelabuhan menjadi dangkal. Pendangkalan sungai berarti berkurangnya volume alur sungai, sehingga kemampuan sungan untuk mengalirkan air juga berkurang. Karena itu waktu musim hujan, bahaya meluapnya banjir meningkat.

Pendangkalan sungai juga menghambat lalu lintas sungai. Misalnya, Bengawan Solo, yang dalam lagu Bengawan Solo masih disebutkan dapat dilayari oleh perahu sampai jauh ke pedalaman, kin praktis tidak dapat lagi, terutama dalam musim kemarau. Banyak sungai di Sumatera dan Kalimantan sedang mengalami proses yang sama. Demikian pula Selat Malaka mengalami proses pendangkalan oleh endapan lumpur yang terbawa sungai yang bermuara di selat itu. Pendangkalan ini mempersulit lalu lintas kapal besar, misalnya kapal tangker raksasa.

Pendangkalan waduk mengurangi umur waduk. Hal ini terjadi secara drastis di waduk Selorejo, Karangkates dan Wanagiri. Dengan berkurangnya umur waduk dari yang diperhitungkan semula, nisbah manfaat terhadap biaya akan menjadi lebih kecil, yang berarti merupakan kerugian ekonomi. Oleh karena di banyak tempat erosi menunjukkan kecenderungan yang meningkat, perhitungan umur dan nisbah manfaat terhadap biaya waduk tidak cukup dihitung dari laju erosi pada waktu waduk direncanakan , melainkan harus pula diperhatikan laju kenaikan erosi.

Pedangkalan salurn pengairan mengakibatkan naiknya biaya pemeliharaan. Lumpur juga mengendap di petak sawah dan mempersulit masuknya air dari saluran ke sawah. Lumpur ini harus disingkirkan secara teratur. Tetapi dalam banyak hal lumpur itu tidak dapat dibuang dan terpaksa di tumpuk. Dan terjadilah petak tanah yang lebih tinggi yang ditanami dengan palawija di tengah petak sawah. Keadaan ini tentulah mengurangi produksi padi, walaupun produksi palawija meningkat.

Pendangkalan pelabuhan terjadi di banyak tempajt. Karena pendangkalan ini garis pantai bergerak terus ke arah laut, terutama di dekat muara sungai. Ditemukannya perahu di bawah tanah di kota Semarang pada waktu membangun pondasi gedung, menunjukkan bahwa dulu pelabuhan Semarang terletak jauh ke arah daratan dari sekarang. Pendangkalan pelabuhan tentulah mempunyai efek ekonomi yang merugikan. Ukuran kapal yang dapat berlabuh berkurang. Karena gerakan pantai, para nelayan harus mengeluarkan ongkos yang lebih banyak untuk mengangkut ikan dari tempat tambatan ke pasar.

Kandungan lumpur yang tinggi dalam air sungai dan waduk, juga menurunkan produksi ikan. Efek lainnya ialah menurunnya nilai estetis, dan dengan demikian menrunkan potensi pariwisata, waduk yang jernih lebih menarik bagi wisatawan dari waduk yang airnya keruh.

Lumpur yang terbawa oleh sungai ke laut juga mematikan terumbu karang. Kematian terumbu karang mengurangi produksi ikan dan menghilangkan potensi pariwisata.

Uraian di atas menunjukkan betapa besar dan luasnya pengaruh erosi terhadap lingkungan hidup. Menurut perkiraan Bank Dunia di Jawa kerugian per tahun yang disebabkan oleh erosi berkisar antar US $ 340,6 dan US $ 406,2 juta.

Hutan juga mempunyai fungsi perlindungan terhadap tata air. Dengan adanya seresah di lantai hutan dan struktur tanah hutan yang gembur, air hujan terserap oleh serasah dan masuk ke dalam tanah. Karena itu di dalam musim hujan debit maksimum air dapat dikurangi. Kecuali itu naiknya debit air karena turunnya hujan, terjadi dengan perlahan-lahan. Dengan demikian bahaya banjir berkurang. Bahaya banjir sekonyong-konyong, yaitu yang disebut banjir bandang, juga menurun.

Karena banyak air hujan yang meresap ke dalam tanah, persediaan air tanah bertambah. Sebagian air tanah akan keluar lagi di daerah yang lebih rendah sebagai mata air. Karena itu dengan bertambahnya cadangan air tanah, mata air dan sumur yang hidup dalam musim kemarau juga lebih banyak daripada tanah hutan. Jadi efek hutan adalah mengurangi risiko kekurangan air dalam musim kemarau.

Tetapi hutan juga mempunyai segi negatifnya. Penguapan air di daerah yang berhutan, yaitu evapotranspirasi, lebih besar dari di daerah yang tidak berhutan. Karena itu, dengan adanya hutan presentasi air hujan yang dapat dimanfaatkan berkurang. Misalnya, diketahui bahsa di DAS  Citarum curahan hujan yang menjadi aliran sungai pada waktu sebelum Perang Dunia II adalah 47% dan dalam tahun 1970-an  meningkat menjadi 52%. Peningkatan ini berbarengan dengan berkurangnya luas hutan. Jadi hutan tidaklah menambah persediaan air, melainkan justru mengurangi, tetapi hutan mengurangi bahaya banjir.

Fungsi hutan adalah juga untuk menyimpan sumberdaya gen. Karena itu efek kerusakan hutan lain yang penting dan perlu diperhatikan ialah erosi sumberdaya gen. Artinya, jumlah jenis hewan dan tumbuhan berkurang. Banyak orang  berpendapat Indonesia kaya raya dalam sumber daya gen dan kerena luasnya hutan kita, kerusakan hutan tidak banyak pengaruhnya terhadap kekayaan sumberdaya gen itu. Tetapi yang kurang diinsyafi ialah karena jumlah jenisnya banyak, jumlah individu per jenis tidaklah besar. Karena itu banyak jenis kepekaan besar terhadap kepunahan. Kepuhan jenis mengurangi kekayaan sumberdaya gen.

Lahan yang telah mengalami kerusakan hidro-orologi dan sosial-ekonomi disebut lahan kritis.

1 responses to “Kerusakan Lingkungan Pedesaan

  1. Terima kasih artikelnya. sangat menambah wawasan.

Tinggalkan komentar